K3M Chronicles *Minggu Pertama*

Diawali dengan kejadian-kejadian tak terduga pada hari pertama, yang semuanya (alhamdulillah) berakhir baik. Dimulai dari ban motor Ami, salah seorang anggota kelompok K3M Op, yang bocor. Ban bocor itu baru ketahuan setelah sampai di lokasi tugas kami, sebuah puskesmas di bilangan Kabupaten Kulonprogo. Beruntung sekali masih bisa sampai di tujuan tanpa terjadi apapun. Owi, teman yang diboncengkan Ami, sebenarnya sudah merasa aneh sejak 5 kilometer terakhir. Akan tetapi ia tidak terlalu ambil pusing. Toh jalanan halus dan motor masih terkendali.

Bapak penjaga parkir di situ kemudian menawarkan bantuan untuk menambal ban bocor tersebut di rumahnya yang terletak tidak jau dari puskesmas. Proses yang makan waktu, padahal kami harus segera menuju lokasi pondokan bersama seorang petugas dari puskesmas. Di tengah kebingungan itu, si bapak parkir mengatakan bahwa kami bisa tinggalkan saja motor itu padanya untuk diambil kembali setelah dari pondokan. Entah apa yang terjadi saat itu, kami percaya begitu saja dan menyerahkan kunci motor padanya. Baru di pondokan kami menyadari bahwa itu adalah keputusan yang bisa jadi sangat berbahaya. Kami mulai panik dan bergegas kembali ke puskesmas dengan kepala dipenuhi berbagai macam hal buruk yang mungkin terjadi. Oh no..ini baru hari pertama.

Begitu tiba di Puskesmas, Ami langsung melompat turun dari boncengan motor Op. matanya nyalang mencari-cari motor kesayangannya. Dia sudah hampir menangis ketika motor itu tidak ada di tempat parkirnya semula.

“Mbak..”, sebuah suara mengejutkan kami dari belakang. Kami menoleh. Bapak parkir. Mengulurkan sebuah kunci motor sembari menunjuk “Itu motornya saya taruh di sana. Biar nggak kepanasan. Ban dalamnya harus ganti ternyata, bocornya banyak.”

Kami bengong. Saling berpandangan, kemudian menghembuskan nafas dan tertawa dengan lega. Kekhawatiran kami sama sekali tidak terbukti. Fiuhh..syukurlah. Kami pun kembali ke pondokan setelah mengucapkan terima kasih dan membayar semua biaya yang diperlukan, Rp 25.000,- dan sebuah senyuman manis.

Sorenya, kami sudah langsung membagi tugas. Dua dari kami bertugas menyiapkan materi penyuluhan untuk  besok malam, sisanya bersih-bersih rumah dan belanja. Op dan Mas Syukron kebagian jatah mempersiapkan penyuluhan. Dan untuk itu, kami harus pergi ke kota terdekat untuk mencari warnet. Maklum, buku-buku kami kebanyakan masih di Jogja, jadi kami mengandalkan internet sebagai referensi.

Akhirnya pergilah kami, berdasarkan petunjuk dari Ibuk (demikian kami menyebut ibu pemilik pondokan kami), melewati jalanan yang sepi dikelilingi sawah di kanan kiri. Waktu itu, sekitar pukul 4 sore. Matahari masih cukup tinggi, tapi udara sudah lebih sejuk dibanding tadi siang. Bayang-bayang pepohonan kadang melindungi pandangan dari silaunya cahaya matahari. Dan ketika kami melewati tempat terbuka, anginnya..wuih..segar sekali! Paru-paru berasa dimanjakan. Sayang, kami sedang terburu-buru.

Setibanya di kota, kami berhasil menemukan sebuar warnet yang tampak cukup menjanjikan. Hanya saja di pintunya terpampang tulisan “MAAF, KONEKSI PUTUS. TUTUP”. Jadi kami pun beranjak dengan sedikit dongkol. Perjuangan berlanjut, setelah tanya sana tanya sini (termasuk konsultasi via sms dengan teman Op yang asli daerah situ), kami tiba di sebuah warnet kecil di belakang terminal bus. Tanpa buang waktu lagi, kami pun segera memesan dua bilik terpisah dan segera meluncur ke dunia maya. Lumayan.

Handphone Op bergetar. Di layar tertera : Ami calling. Op segera melihat jam. Ternyata sudah dua jam Op browsing. Pantas sudah mulai pegal. Rupanya Ami mengabarkan bahwa teman-teman sudah menyelesaikan tugas masing-masing dan sedang bergerak ke kota untuk mencari makan malam dan beberapa jenis barang. Kami menetapkan tempat janjian, Op pun segera menutup browser. Keluar dari bilik, Op melihat Mas Syukron sedang mencari-cari sesuatu dalam biliknya.

“Ami dah telpon nih,mas.. Kita sholat dulu terus ke tempet makan.”, kata Op.

“Iya, bentar”, katanya sambil melongok ke balik monitor, “kunci motorku gak ada..”

Dan selama setengah jam lebih, kami berdua, dibantu seorang pegawai warnet,  sibuk menyisir isi warnet, mencari kunci motor Mas Syukron. Cuma satu kunci, tanpa gantungan, warnanya hitam. Aduh. Bolak-balik kami tengok bilik, tempat parkir, toilet, bongkar tas, bongkar jaket. Tidak ada kunci yang dimaksud. Kami mulai frustasi. Mas Syukron bahkan berpikir untuk pulang ke Jogja mengambil kunci cadangan. Pak Santo, ketua kelompok kami, sudah beberapa kali menelpon. Terakhir dia bilang akan menyusul ke warnet. Padahal dia sendiri belum tahu letak persisnya, dia pergi hanya berdasarkan petunjuk kami. Kami berpandangan. Waktu sholat magrib hampir habis, kami tidak bisa menunggu Pak Santo, maka kami pun menitipkan motor pada mas-mas penjaga warnet dan berjalan kaki menuju masjid terdekat. Masjid agung kota itu.

Sejurus kemudian, Pak Santo menyusul ke masjid. Kami berembug mengenai langkah yang sebaiknya diambil. Akhirnya diputuskan, Pak Santo akan membawa Op lebih dulu ke tempat makan, kemudian menjemput Mas Syukron. Setelah makan, barulah rencana diatur lagi.

Di tempat makan, teman-teman sudah menunggu dengan wajah khawatir. Op menceritakan kejadiannya sementara Pak Santo pergi menjemput Mas Syukron. Menit demi menit berlalu, Pak Santo tidak kunjung kembali. Kami mulai bertanya-tanya, jangan-jangan terjadi sesuatu pada mereka berdua. Ami baru saja akan menelpon, ketika motor Pak Santo muncul di depan warung, diikuti.. motor Mas Syukron! Loh, loh.. Kok bisa?! Seketika kami berebut bertanya pada mereka berdua yang hanya tertawa melihat kami bagaikan wartawan infotainment ketemu artis baru cerai. Ternyata, saat menjemput tadi, Pak Santo kembali mencari kunci motor Mas Syukron dan menemukannya DI DALAM HELM. Helm Mas Syukron yang digantungkan di bagian depan jok sepeda motornya. Op heran, benar-benar heran. Pada saat mencari, Op juga sudah memeriksa helm tersebut, bahkan Op guncangkan, tapi tidak ada apapun yang terjatuh. Kenapa Pak Santo bisa..? Op hanya geleng-geleng saja. Memang Op kurang pandai dalam hal mencari-cari barang mungil seperti itu. Yang jelas, kami bersyukur kejadian itu berakhir baik. Dengan demikian, berakhir pulalah kisah hari pertama kami di K3M. Entah apa yang menanti kami esok pagi..